NASIONAL, BISNIS, - Persaingan industri
e-commerce tak ubahnya menjadi seleksi alam bagi pemilik lapak digital di
Indonesia. Yang kuat bertahan, yang lemah hanya tinggal kenangan. Terhitung
sejak awal 2000-an hingga saat ini, ada belasan e-commerce yang tutup di
Indonesia.
Memang, tak semua e-commerce itu tutup
karena kalah bersaing. Ada pula yang tutup lantaran berganti nama sehingga nama
besar yang sebelumnya pun dilepas. Berikut ini adalah daftar e-commerce tutup
dan berhenti berkiprah di Indonesia yang dihimpun WE Online dari berbagai
sumber.
1. Blanja.com (2020)
Terhitung mulai Selasa, 1 September 2020
kemarin, layanan Blanja.com resmi dihentikan. Meski begitu, e-commerce yang
menjadi usaha patungan antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan eBay
itu mengatakan bahwa pihaknya akan tetap menyelesaikan transaksi yang sudah
masuk, mulai dari pembelian, penjualan, pembayaran, hingga pengiriman.
Berdasarkan pengumuman resminya, penutupan
Blanja.com ini dilakukan berkenaan dengan perubahan strategi bisnis di
Blanja.com. Hal itu juga diamini oleh Direktur Digital Business Telkom, yakni
Fajrin Rasyid yang mengatakan bahwa mulai 1 Oktober 2020 mendatang, Telkom
hanya akan berfokus pada bisnis e-commerce di segmen korporasi dan UMKM melalui
transaksi business to business (B2B).
Berkaitan dengan penutupan layanan
Blanja.com, ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada para pelanggan yang
selama ini memberi kepercayaan kepada Blanja.com.
"Telkom Group menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya atas kepercayaan masyarakat serta stakeholder yang
selama ini bergabung dan memanfaatkan fasilitas transaksi retail Blanja.com,
terutama para pelaku bisnis di seluruh Indonesia," pungkasnya secara
tertulis, Rabu, 2 September 2020.
Sebelum dikenal dengan nama Blanja.com,
situs jual beli online ini berdiri dengan nama Plasa.com. Berada di bawah
naungan Telkom, Plasa.com akhirnya berganti nama menjadi Blanja.com setelah
diakuisisi oleh e-Bay pada tahun 2014 lalu.
2. Qlapa (2019)
Awal Maret 2019 menjadi akhir dari kiprah
Qlapa, yakni e-commerce yang menjual berbagai hasil kerajinan tangan lokal dari
Indonesia. Qlapa dirikan oleh Benny Fajarai dan Fransiskus Xaverius pada tahun
2015 silam.
Dengan keistimewaan menyediakan produk sekaligus
memberdayakan pengrajin lokal, Qlapa mendulang popularitas tinggi hingga tahun
2018. Terlebih lagi, pada tahun tersebut Qlapa meraih penghargaan sebagai
perusahaan perintis (startup) dengan pertumbuhan yang paling menjanjikan dari
Forbes Asia dan penghargaan sebagai Aplikasi Unik Terbaik dari Google Play
Awards.
Dalam pengumuman resminya, manajemen
mengaku menutup bisnis Qlapa adalah keputusan yang sulit namun tetap harus
diambil. Dengan terbuka, pihak manajemen mengaku tak mampu membesarkan Qlapa sebagai
bisnis yang menguntungkan. Terlebih lagi, pada saat-saat terakhir itu,
persaingan di industri e-commerce semakin ketat dengan hadirnya Tokopedia dan
Bukalapak.
"Melihat ke belakang, kami bersyukur
telah melewati perjalanan yang luar biasa ini. Sayangnya bagi kami, perjalanan
romantis ini harus berakhir. Kami tidak dapat membuat Qlapa menjadi bisnis yang
menguntungkan dan berkelanjutan," tegas manajemen Qlapa.
3. MatahariMall (2018)
Situs belanja online milik Lippo Group,
yakni MatahariMall.com kini tinggal menjadi kenangan setelah resmi tutup pada
November 2018 lalu. Padahal, usianya kala itu baru menginjak tiga tahun sejak
pertama kali beroperasi pada tahun 2015.
Mengusung konsep online to online dan
offline to offline (O2O), MatahariMall menawarkan layanan berbelanja di
berbagai cabang toko fisik milik Matahari Department Store (LPPF). Belakangan
diketahui, keagresifan manajemen untuk membesarkan MatahariMall dalam waktu
singkat justru menjadi boomerang bagi bisnis itu sendiri.
Dalam pertemuan yang digelar oleh Asosiasi
Media Siber Indonesia (AMSI) pada November 2018 lalu, Mochtar Riady, mengakui
ada kegagalan dalam pengembangan MatahariMall.com, di mana pada saat itu arah
bisnis belum terlalu jelas.
"Mataharimall.com itu gagal karena
melawan hukum alam, langsung dibuat besar, tidak dari kecil dulu ... Jadi,
harus jelas dulu ke mana arah (bisnisnya)," katanya kala itu.
Sampai akhirnya, pihak manajemen mengambil
keputusan untuk melebur MatahariMall.com dengan unit bisnis daring utama milik
LPPF, yakni Matahari.com yang dinilai lebih berpengalaman dalam bidang fesyen.
Melalui peleburan tersebut, konsumen diklaim akan mempunyai pengalaman baru
dalam hal berbelanja, khususnya di bidang fesyen di Indonesia.
"Konsumen Indonesia memilki lebih
banyak pilihan untuk berbelanja barang fashion tanpa batasan apa pun baik di
online maupun offline," imbuh manajemen MatahariMall.com.
4. Lolalola (2017)
Lolalola dikenal sebagai e-commerce yang
menyediakan produk khusus berupa pakaian dalam perempuan, khususnya lingerie.
Lolalola pertama kali rilis pada Maret 2015 silam. Namun, kiprahnya pun tak
bertahan lama karena pada Januari 2017 layanan di marketplace ini resmi
ditutup.
Melalui pesan di media sosialnya, Lolalola
yang didirikan oleh Donna Lesmana ini mengumumkan bahwa operasional akan
dihentikan mulai 4 Januari 2017. Padahal, pada awal kemunculannya, Lolalola
hadir dengan optimisme yang tinggi bahkan sampai menerima dukungan pendanaan
dari Ardent Ventures.
Menyusul pengumuman tersebut, manajemen
mengatakan bahwa transaksi yang sudah masuk sampai dengan akhir 2016 akan tetap
diproses. Pihaknya juga masih melayani pembelian melalui kanal lainnya, seperti
Facebook, Instagram, Line, hingga WhatsApp.
Tak ada penjelasan lebih lanjut mengenai
alasan penutupan Lolalola. Penutupan tersebut kemungkinan besar disesbabkan
oleh persaingan ketat di industri fesyen Tanah Air.
�Terima kasih telah berbelanja di www.lolalo.la. Kami akan
menghentikan pengoperasian www.lolalo.la per 4 Januari 2017," singkat
Lolalola dalam situs resminya.
5. Cipika (2017)
Perusahaan besar sekelas Indosat Ooredoo
juga pernah menutup salah satu lengan bisnisnya, yaitu Cipika. Baru rilis pada
tahun 2015, e-commerce Cipika harus tutup pada 1 Juni 2017.
"Dengan menyesal, kami mengumumkan
bahwa per 1 Juni 2017, layanan Cipika.co.id akan berhenti beroperasi. Kami
manfaatkan sisa waktu di bulan Mei untuk memastikan semua pesanan pelanggan
terkirim dan merchant menerima pembayaran untuk semua transaksi dilakukan di
Cipika Store," demikian bunyi pengumuman Cipika.
Diakui oleh pihak manajemen Indosat,
penutupan Cipika dilakukan seiring dengan adanya perubahan strategi bisnis
perusahaan untuk fokus ke bisnis inti di bidang telekomunikasi. Cipika sendiri
merupakan situs yang menawarkan produk mulai dari elektronik hingga makanan.
President Director & CEO Indosat,
Alexander Rusli, menambahkan bahwa pendanaan yang besar untuk mengembangkan
Cipika juga menjadi pertimbangan manajemen dalam mengambil keputusan tersebut.
"Setelah kami explore dan ubah bentuk
bisnisnya beberapa kali, kami belum juga menemukan model bisnis yang
menjanjikan. Makanya Cipika ditutup karena nantinya bakal cash burning tanpa
ada ujung jelas," pungkasnya seperti dilansir dari Liputan6.
6. Rakuten (2016)
Raksasa e-commerce asal Jepang, yakni
Rakuten hadir di Indonesia pada tahun 2011. Kala itu, Rakuten masuk pasar lokal
dengan menggandeng MNC Group sebagai mitra bisnisnya. Kiprah Rakuten di
Indonesia hanya bertahan selama lima tahun. Rakasa e-commerce tersebut resmi
menghentikan aktivitas bisnisnya di Indonesia pada 1 Maret 2016.
Hal tersebut disampaikan manajemen secara
tertulis yang sekaligus menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan yang
diberikan kepada Rakuten.
"Dengan sangat menyesal kami
mengumumkan bahwa Rakuten Belanja Online tidak lagi tersedia bagi pelanggan
untuk melakukan pembelian per 1 Maret 2016. Kami ingin mengucapkan terima kasih
atas dukungan Anda selama beberapa tahun ini dan kami harap Anda menikmati berbelanja
di Rakuten Belanja Online," tulis manajemen Rakuten.
Pada saat yang bersamaan Rakuten juga
menghentikan bisnis di sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia
dan Singapura. Persaingan bisnis online yang ketat menjadi alasan besar di balik
keputusan Rakuten untuk angkat kaki dari pasar Asia Tenggara.
"Rakuten kesulitan di Asia Tenggara
melawan kompetitor seperti Lazada dari Jerman dan telah menyimpulkan kalau
mereka tidak bisa lagi mengharapkan pertumbuhan lebih lanjut di kawasan itu,"
tulis media Japan Times.
Selain itu, penutupan layanan Rakuten juga
dilakukan seiring dengan adanya perubahan strategi bisnis dari
business-to-business-to-customer (B2B2C) menjadi customer-to-customer (C2C).
7. Scallope (2016)
Bukan hanya Bukalapak, Suitmedia Group
memayungi e-commerce Tanah Air lainnya bernama Scallope. Situs online tersebut
didirikan pada tahun 2013 dengan fokus bisnis di bidang fesyen.
Berbagai produk fesyen karya desainer muda
Indonesia ditawarkan melalui portal jual beli Scallope. Seiring perjalanan
bisnis, manajemen menilai kinerja Scallope tidak lebih maksimal daripada Hijub
yang pada posisinya sama-sama dimiliki Suitmedia Group.
Terlebih lagi, persaingan di industri
e-commerce, khususnya fesyen semakin meningkat. Alhasil, Scallope kalah
bersaing hingga akhirnya terpaksa tutup pada tahun 2016 silam.
8. Lamido (2015)
Lamido, situs marketplace di bawah naungan
Rocket Internet resmi dirilis pada tahun September 2013. Sayang seribu sayang
Lamido tak berumur panjang. Bak menjadi produk kanibal, Lamido terpaksa tutup
lantaran pada saat yang sama Roket Internet mempunyai e-commerce lainnya, yaitu
Lazada. Dengan ada dua e-commerce dalam satu payung perusahaan, tumpang tindih
market lokal pun tak bisa terelakkan.
Ditambah lagi, kompetitor-kompetitor yang
lebih kuat kian menjamur, seperti Bukalapak dan Tokopedia menjadi pertimbangan
Rocket Internet untuk melebur Lamido dengan Lazada pada Maret 2015.
Hal itu dilakukan dengan niat memperkuat
posisi Lazada sebagai e-commerce terbesar di Indonesia.
Sebagai imbas dari peleburan tersebut,
mulai dari karyawan hingga merchant Lamido kemudian dialihkan kepada Lazada.
9. Paraplou (2015)
Satu lagi e-commerce Indonesia yang harus
gulung tikar pada Oktober 2015, yaitu Paraplou.com. Berdiri pada tahun 2011,
Paraplou menawarkan pengalaman belanja online, khususnya produk fesyen.
Persaingan ketat ditambah kondisi
permodalan yang tak sehat adalah alasan di balik penghentian layanan Paraplou.
Hal itu disampaikan oleh manajemen dalam pengumuman resminya.
"Pasar e-commerce untuk produk
branding tengah bertumbuh, sementara ekonomi global tengah bergolak. Kami
terpaksa menutup layanan karena kondisi pemodalan," begitu bunyi
pengumuman tersebut.
Dengan kondisi tersebut, tak banyak
investor yang menanamkan investasinya kepada Paraplou. Meskipun, pada awal
2015, Paraplou tercatat menerima modal US$1,5 juta dari pemodal ventura asalah
Singapura, yakni Majuven.
Menyerah dengan keadaan yang ada, Paraplou
yang merupakan salah satu pionir e-commerce di Indonesia pun mengorbankan
ambisinya untuk menjadi yang nomor satu di Indonesia dalam penyediaan produk
fesyen premium.
10. Valadoo (2015)
Situs e-commerce perjalanan wisata bernama
Valadoo berdiri pada tahun 2010. Hadir sebagai salah satu pioner di industri
travel, Valadoo bertahan selama lima tahun, tepatnya sampai e-commerce ini
ditutup pada April 2015 lalu.
Co-Founder Valadoo saat itu, yakni Jaka
Wiradisuria, mengungkapkan bahwa menutup bisnis Valadoo adalah keputusan yang
berat. Namun, apa boleh buat perusahaan memang tak mampu lagi untuk meneruskan
bisnis.
Cerita panjang disudahinya kiprah Valadoo
berawal ketika perusahaan menerima pendanaan dari investor startegis bernama
Wago pada tahun 2012. Tak lama berselang, Valadoo memutuskan untuk merger
dengan layanan social travel Burufly yang juga di berada di bawah naungan Wego.
Sejak saat itu, Jaka merasa Valadoo terlalu
bergantung kepada investor, khususnya dalam hal pendanaan. Akibatnya,
pengembangan bisnis menjadi tidak leluasa karena kerap dituntut mengikuti
arahan dari investor. Sampai akhirnya, Valadoo menutup seluruh layanan pada
tahun 2015 karena adanya perbedaan kultur dan model bisnis.
"Kami tetap pertahankan brand Valadoo.
Saat ini saya mencari partner yang mampu bersama-sama mempertahankan brand
Valadoo. Kami enggak bakal lama-lama tutup," tegasnya kala itu dilansir
dari Kompas.
11. Plasa.com (2014)
Situs belanja online milik pemerintah,
yakni Plasa.com didirikan pada tahun 2010 di bawah naungan PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk (TLKM). Nama Plasa.com telah lama menjadi kenangan, bukan karena
tutup melainkan karena perubahan nama.
Setahun setelah didirikan, Plasa.com
berkolaborasi dengan eBay, pemain e-commerce global yang terbilang sukses.
Kolaborasi tersebut bertujuan untuk
meluaskan pasar Plasa.com. Melalui kerja sama ini, produk yang ditawarkan
Plasa.com akan muncul dan ditampilkan pula di situs eBay.
Sampai akhirnya, pada tahun 2014 silam,
eBay memutuskan untuk mengambil alih 49% saham Plasa.com. Atas transaksi
tersebut, e-Bay kemudian mengubah nama Plasa.com menjadi Blanja.com.
12. Tokobagus (2014)
Tokobagus adalah e-commerce yang mengusung
konsep iklan baris sebagai layanan utamanya. Dengan model consumer-to-consumer
(C2C), setiap pengguna Tokobagus dapat mengunggah atau mencari produk yang
dibutuhkan. Situs tersebut mulai beroperasi pada tahun 2005 dan menjadi pionir
di industri e-commerce Tanah Air.
Perkembangan bisnis Tokobagus bertahan
cukup lama, yaitu sampai dengan tahun 2014. Itu pun bukan karena ditutup total,
melainkan hanya pergantian nama menjadi OLX Indonesia.
Perubahan nama tersebut berawal ketika
Tokobagus menerima investasi dari pemain global, yakni Naspers. Melihat
pencapaian Tokobagus yang terbilang positif, Naspers pun akhirnya memutuskan
untuk mengambil secara penuh kepemilikan Tokobagus.
Akuisisi Tokobagus oleh dilakukan pada
tahun 2014 dan pada saat itulah Naspers mengubah nama Tokobagus menjadi OLX
Indonesia. Namun sayang, penggunaan nama OLX Indonesia tidak sepopuler dulu
ketika masih bernama Tokobagus.
13. Berniaga.com (2014)
E-commerce bernama Berniaga.com didirikan
pada tahun 2009 silam. Hadir sebagai situs layanan iklan baris, Berniaga.com
hanya mampu bertahan sampai dengan tahun 2014. Tepat pada 14 Januari 2014,
layanan iklan Berniaga.com sudah dihentikan.
Penghentian tersebut terjadi sejalan dengan
jalinan kerja sama antara 701 Search sebagai pemilik Berniaga.com dan Naspers
sebagai pemilik OLX Indonesia. Berawal dari kolaborasi, Naspers akhinya
mengakuisisi Berniaga.com pada tahun 2014.
Dengan alasan bahwa Berniaga.com mempunya
konsep bisnis yang serupa dengan OLX Indonesia, keduanya lantas dimerger.
Dengan ambisi Naspers untuk menjadikan OLX sebagai penguasa tunggal di apsar
Indonesia, situs olx.co.id kemudian dipertahankan.
"Hal ini merupakan upaya kami untuk
memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat Indonesia. Bagi Anda yang
menjual barang kedua, dengan bergabungnya Berniaga.com dan OLX.co.id, Anda akan
mendapatkan calon pembeli yang lebih banyak," jelas manajemen Berniaga.com
secara tertulis.
14. Sedapur.com (2013)
Sedapur adalah e-commerce Indonesia yang
bergerak di bidang jual beli produk kuliner secara online. Mulai debut tahun
2010, bisnis Sedapur hanya mampu bertahan sampai tahun 2013.
Pasalnya, terhitung mulai 1 Agustus 2013,
operasional layanan di situs Sedapur.com resmi dihentikan. Kendati begitu,
situs tersebut masih dapat diakses hingga akhir tahun 2013 dengan alasan
memberi kesempatan kepada para merchant untuk menginformasikan kontak dan
alamat penjual sehingga pelanggan bisa menghubungi langsung ke mereka.
"Meskipun tetap ada sampai 2013, namun
pengguna sudah tak lagi dapat melakukan transaksi via website ini," tulis
pengumuman resmi Sedapur pada Agustus 2013 lalu.
Sayangnya, tidak ada keterangan lebih
lanjut mengenai alasan penutupan Sedapur.com. Dalam pernyataannya, manajemen
hanya menyebut keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan evaluasi
menyeluruh oleh pemegang saham terhadap kinerja sedapur.
15. Multiply (2013)
Berawal dari situs jejaring sosial yang
populer di Indonesia pada kurun waktu 2008 hingga 2019, Multiply mencoba
peruntungan baru dengan mengubah strategi bisnisnya menjadi situs e-commerce.
Didukung oleh Naspers selaku investor utama, Multiply merilis platform
marketplace bernama Multiply Commerce pada tahun 2011.
Baru dua tahun terjun ke bisnis e-commerce,
Multiply memutuskan untuk menutup situs jual beli online Multiply.co.id pada 6
Mei 2013. Ketidakberhasilan mengubah strategi bisnis dari jejaring sosial
menjadi e-commerce menjadi alasan utama penutupan situs belanja online
tersebut.
CEO Multiply kala itu, yakni Stefan
Magdalinski, mengungkapkan bahwa kesulitan untuk mengubah total model bisnis
tersebut sudah dirasakan sejak tahun 2012 atau setahun setelah Multiply
memutuskan terjun ke industri e-commerce.
"Setelah berusaha sangat keras, kami
terpaksa mengakui bahwa kami tidak berhasil melakukannya (mengubah model bisnis
menjadi e-commerce). Saya sangat menghargai tim saya untuk segala jerih payah
dan kegigihan walaupun hasil akhirnya bukan yang kami inginkan," pungkasnya
dalam siaran pers Multiply pada April 2013 silam.
sejak penutupan situs belanja online itu,
Multiply masih menjalani kegiatan bisnis seperti biasa hingga akhirnya pada 31
Mei 2013, kegiataan usaha Multiply sepenuhnya berhenti. (WEO/net/roc/*)
Sumber :
https://insight.kontan.co.id/news/blanjacom-tutup-satu-per-satu-bisnis-e-commerce-berguguran